Dokumentasi pribadi 04 Februari 2018 |
Berkunjung ke Sumatera Utara
menjadi lebih bermakna ketika kita mengetahui saksi bisu kota tersebut. Apalagi
jika berkunjung bersama orang-orang yang dicinta. Setiap lekuk kisahnya tentu
saja akan membekas dibenak kita dan menjadi sebuah keharusan untuk
menceritakannya kepada kerabat dan anak cucu kelak. Salah satu destinasi wisata
budaya yang akan saya ceritakan pada kesempaan ini adalah Istana Maimone.
Istana Maimone merupakan salah
satu destinasi wisata budaya di kota Medan yang dibangun untuk mengenang peperangan antara Kerajaan Aceh dengan
Kerajaan Putri Hijau atau Kerajaan Haru
pada tahun 1612. Konon di Kesultanan Deli terdapat
dua orang putri yang bernama Putri Siti Hanifah dan Putri Hijau yang cantik
jelita. Karena parasnya yang cantik, Sultan
Aceh mengajukan niatnya untuk meminang Putri Hijau Tetapi, Putri Hijau menolak pinangan Sultan
Aceh.
Mendapat penolakan tersebut,Sultan Aceh
mengirimkan pasukan untuk menyerang Kerajaan Haru. Dalam peperangan tersebut, Kerajaan Putri Hijau mengalami kekalahan karena
musuh berhasil mengelabui para pasukan Kerajaan Haru dengan memakai siasat
menyebarkan uang emas ke arah benteng pertahanan dibalik pintu gerbang Kerajaan
Haru. Akibatnya, pasukan lengah dan berebut uang emas tersebut (dilansir:
SindoNews.com).
Menyikapi hal tersebut, adik
Putri Hijau yang bernama Mamang Khayalik berjanji
kepada sang kakak untuk mengalahkan Kerajaan Aceh dengan menyatukan kekuatannya
ke meriam dan menembakkan meriamnya ke pasukan Aceh, karena ia adalah
satu-satunya pertahanan terakhir yang dimiliki orang dalam istana.
Benar saja, meriam tersebut terus menerus didentumkan ke Pasukan Aceh.
Namun, karena dentuman yang tak henti hentinya, meriam tersebut memerah dan
menjadi panas. Hingga akhirnya pecah, puntung dan terlontar ke tempat yang
berbeda. Salah satu ujungnya terpental ke Kabupaten Sukanalu, Kecamatan Barus
Jahe, Kabupaten Tanah Karo. Sementara ujung lainnya berada
di halaman Istana Maimone.
Alhasil, Kerajaan Putri Hijau
harus menerima kekalahan. Setelah peristiwa tersebut, Raja Aceh membawa Putri
Hijau bersamanya menuju Aceh. Namun, sebelum memenuhi keinginan sang raja,
Putri Hijau memberikan tiga syarat kepadanya yaitu harus membawa berti, telur
dan peti kaca.
Karena Raja Aceh mampu memenuhi
permintaannya, ia pun behasil membawa Putri Hijau ke Aceh melalui Sungai Deli.
Tetapi, sebelum berangkat Putri Hijau meminta kepada Sultan Aceh untuk
memasukkanya ke dalam peti kaca. Tujuannya, agar sultan tidak dapat menyentuh
tubuh Putri Hijau hingga tiba di Aceh. Setibanya di Laut Jambo Aye, Putri Hijau
membuat permohonan agar diadakan satu upacara untuknya sambil menurunkan
berkarung-karung berti (beras) dan telur ayam sebelum peti kaca diturunkan dari
kapal. Permintaan itu pun, dikabulkan kembali oleh Raja Aceh.
Tetapi, tanpa di sangka dari laut Jambo Aye
datang angin ribut dan gelombang besar yang di dalamnya muncul sang kakak yang
menjelma menjadi Naga. Lalu,Putri Hijau pun dibawa bersamanya melewati Laut Jambo Aye .
Akhirnya mereka tak jadi menikah karena Putri Hijau berhasil melarikan diri
bersama kakaknya. Hingga kini, tak ada yang mengetahui keberadaan Putri Hijau
dan kakaknya. Apakah masih hidup atau sudah tiada.
Sementara adiknya, Mamang Khayalik
yang menjelma menjadi meriam, kini berada di halaman Istana Maimone. Tepatnya
di dalam bangunan sayap kiri depan Istana dan sering dikunjungi oleh masyarakat
atau peziarah dengan membawa beraneka macam bunga, kain berwarna putih, hijau
dan kuning.
Menurut pemandu wisata di sana, biasanya setiap orang yang datang
akan mendengar suara meriam puntung dengan suara yang beragam. Ada yang
mendengar suara meriam seperti gaung, air mengalir, gemuruh, perang genderang,
napak kuda, pedang beradu dan lainnya. Saya sendiri mendengarnya seperti bunyi
gemuruh.
Tertarik ingin menikmati salah
satu destinasi wisata budaya Meriam Puntung? Hanya dengan mengeluarkan kocek
sebesar Rp 3000,- Anda yang berada di sekitar kota Medan dapat menikmati suara
meriam puntung dan merasakan suasana mistis di sekitar Meriam Puntung. Selamat
berlibur dan menikmati destinasi wisata budaya di Kota Medan.
Retno Puspitasary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar