Sabtu, 20 Oktober 2018

Ke Ragunan Dipandu Tunanetra

Ke Ragunan Dipandu Tunenetra

Kata orang, relawan itu cuma ada di bencana, aktivitas sosial, pendidikan, dan lingkungan. Padahal ada juga loh relawan dibidang lain. Salah satunya yang kami lakukan beberapa hari yang lalu. Kami menjadi tour guide para tuna netra. Apa asiknya sih? Kan mereka gak bisa ngeliat juga! Mungkin sebagian ada yang beranggapan seperti itu. Pun sama dengan saya, ketika pertama kali saya mengetahui ide ini dari Mas Ain.

Siapa tuh Mas Ain? Beliau adalah penggagas ide mengajak teman teman tuna netra untuk berekreasi ke Taman Margasatwa Ragunan. Selain beliau, ada Kak Lulu juga yang tinggalnya di Ciawi. Singkat cerita, setelah mengetahui ide tersebut saya pun mendaftarkan diri menjadi salah satu relawan di dalamnya.

Tugasnya apa? Pokoknya jadi tour guide mereka deh. Setelah kurang lebih satu bulan berlalu, pada Minggu 14 Oktober 2018 akhirnya terlaksana juga kegiatannya. Berhubung aku telat ketika itu, tunet yang seharusnya aku dampingi pun jadi berubah. Harusnya aku menjadi tour guidenya Kak Shintia. Eh malah berubah, aku jadi tour guidenya Kak Wawan karena ia juga datang telat. Katanya abis nonton clossing Para Games malamnya, makanya jadi telat. But, ternyata relawan yang telat bukan cuma aku, ada juga Kak Chedar. Dan berhubung ada beberapa tunet yang tidak bisa hadir, maka Kak Wawan pun dipandu oleh dua tour guide.

Namun, kenyataanya justru malah kita berdua yang dipandu sama Kak Wawan. Karena ternyata, dia udah sering ke ragunan dari kecil bersama teman temannya. Maka walaupun dia tidak bisa melihat, dia udah hafal jalurnya. Keren ya, aku aja udah berkali kali ke sini gak apal apal 😂. Dan mengetahui hal ini, sang penyelenggara acara mas @ain dkk yg tak jauh berjalan dibelakang kami, menertawakan hal tersebut. Dan malah mengatakan, " wan, nanti kasih tau mereka ya jalannya😂".

Tour guide : Kak Wawan, kegiatannya apa sehari-hari?
Kak Wawan : setiap hari kerja di daerah mampang.
Aku : Sebagai apa kak?
Kak Wawan : Marketing di sana
Kak Chedar : Wah, ditempat apa kak?
Kak Wawan : di Bank xxccc
Aku : Itu marketing online atau offline?
Kak Wawan : Online lah, kalau offline nanti costumernya bisa kabur duluan ngliat saya.
Kami pun tertawa mendengarnya, termasuk dia.
Aku : Ada kesulitan gak sih ka, kalau lagi komunikasi dengan handphone atau ketika berjalan?
Kak Wawan : Gak ada sih, kan sekarang bisa pakai talkback. Kalau lagi jalan ya pakai tongkat gini. Kalau nyari alamat pakai google map, kan sekarang ada suaranya. Kalau pakai komputer juga sama, diaktifin suaranya. Malah kadang saya sering ngerjain temen temen saya, bikin handphonennya jadi ada pakai suara. Hahaha
Aku : Trus kalau cara Kak Wawan, membedakan tempat dan orang gimana?
Kak Wawan : Dari suasananya, oohh ini suara di kendaraan. Kalau misalnya lagi naik gojek nih, itu kerasa kecepatannya. Ooh udah pelan nih, berati bentar lagi sampai. Trus kalau lagi dibawah pohon, oh ini rindang nih. Trus kalau temen, kerasa dari langkah kakinya. Langkah kaki tiap orang kan beda beda bunyinya.

Entah lah, ketika mendengar hal itu aku cuma gak habis pikir, gimana cara dia melakukan semua itu. Mungkin itu yang dinamakan keajaiban kekuasaan Allah, penglihatannya memang tidak seperti kita, tapi Allah memberikan kelebihan lainnya pada indera lainnya. Seperti indra peraba, indera pendengaran, dll. Aku belajar sesuatu dari Kak Wawan, bahwa sebuah keterbatasan bukanlah sebuah halangan untuk meraih kesuksesan.
Terinspirasi buat bikin acara serupa? Kabarin aku lagi dunk, mau ikutan lagi 😁.

@retnopuspitasary

Sabtu, 28 April 2018

Tangan Ibu untuk Empat Orang Anak

Tadi pagi ketika baru saja menaiki ular baja, tiba tiba seorang ibu dengan nafas terengah - engah duduk di sebelah saya dan mengatakan, " saya duduk di sini ya. Haduh capek sekali saya mau ke Tanah Abang, ke RS Dharmais. Saya mau kontrol ".

Saya yang tepat berada di sebelahnya hanya mempersilakan. Karena kursi prioritas tersebut memang haknya. Tapi tak beberapa lama kemudian ia pun melanjutkan kisah hidupnya kepada saya. "Kemoterapi itu kayak gitu ya efeknya, rambut rontok, mual segala macam lah pokoknya. Saya sampai sekarang masih musti bolak balik rumah sakit untuk kontrol".

"Iya bu, memang seperti itu. Sendirian bu kesana?" 

"Saya punya anak empat tapi gak ada yang peduli sama saya, karena saya sakit kayak gini. Katanya mereka malu. Suami udah meninggal, jadi saya sendirian sekarang," speacleach pengen nangis dengarnya. Padahal kondisi sakit seperti ini seharusnya diberi dukungan moril dari orang orang terdekat. Tujuannya supaya kondisi psikisnya lebih baik yang nantinya akan bertambah baik juga untuk proses penyembuhan pasien. Tak berapa lama kemudian, beliau melanjutkan ceritanya.

"Untuk pengobatannya gimana bu, bayar gak?" tanya saya.
"Dulu waktu saya pertama kali kena kanker buat kemoterapi dan operasi ini sampai 24 juta sehari. Alhamdulillahnya sekarang udah nggak karena pakai BPJS dan udah lebih baik juga kondisi saya."

Usai mendengar ceritanya saya hanya dapat berkata, " semoga ibu senantiasa diberikan kesehatan,  yang sabar bu. Semoga obat obatannya gak ada yang bayar lagi. Mungkin waktu itu bayar karena untuk beli obat kemo bu yang memang agak mahal".

"Iya neng, Aamiin"

Dari beliau saya mendapatkan sebuah pelajaran berharga bahwa benar seorang ibu mampu merawat empat orang anak dengan tangannya, namun empat orang anak belum tentu mampu merawat seorang ibu. Dan dari kisah beliau saya berdoa semoga saya dan Anda  dapat merawat ibundanya di hari tua. Serta semoga empat anak ibu tersebut dibukakan mata hatinya untuk peduli dengan beliau. Aamiin.

#Retno Puspitasary
#28042018

Sabtu, 31 Maret 2018

Tissue


Kejadian ini saya alami beberapa pekan lalu. Tepatnya ketika saya baru saja keluar dari pintu gate out Stasiun Depok Baru. Baru saja kaki ini beberapa langkah keluar, sudah disuguhkan dengan pemandangan para tunawisma yang berjajar di sepanjang luar stasiun.

Pemandangan ini, terkadang membuat saya bersyukur atas hidup yang saya jalani. Seorang tunanetra dengan satu buah kantung kain yang ia pegang tampak sedang mengalunkan tembang dan mengikuti melodi dari stereo yang ia kalungkan.

Tak jauh darinya, ada juga seorang pria tunawisma duduk dengan (maaf) kaki yang tak sempurna. Dibalik deru ular baja yang berdencit-dencit pemandangan inilah yang selalu hadir di sana.

Entah mengapa, bola mata saya menjurus kepada seorang anak laki-laki penjual tissue berusia 7 tahun yang tak jauh dari pria tunawisma tadi. "Tissue ka," ucapnya.
"Berapa harganya?" sambutku.
" Rp 5000 dua ka"
"Satu ya"

Karena saya penasaran, saya pun menanyakan sekolahnya. "Kamu sekolah? Kelas berapa?"
"Sekolah ka, kelas satu di Master"
"Yang semangat ya belajarnya"
"Iya ka, makasih ka"

Seketika ada sebuah perasaan haru yang menyergap hati. Betapa beruntungnya saya ketika seusianya masih bisa bermain. Sementara ia, harus merelakan waktu bermainnya untuk mencari uang jajan dengan menjual tissue.

Master, itu lah salah satu sekolah yang memberikan pendidikan gratis bagi kaum dhuafa, fakir dan miskin 24 jam. Bahkan, di sana mereka menampung para tunawisma. Dari kunjungan yang pernah saya lakukan di sekolah tersebut, menurut Bapak Nurochim selaku kepala sekolah, " nama panjang Sekolah Master adalah Sekolah Masjid Terminal".

Kapan kapan saya ceritakan ya tentang Sekolah Master. 😊

Retno Puspitasary



Sabtu, 17 Maret 2018

Kalau Kamu yang Mana?

Bertahun tahun bekerja di bidang pelayanan masyarakat. Mengajarkan saya mengenali karakter setiap insan. Ada yang diberikan beragam kenikmatan hingga ia lupa hakikat arti sebuah rasa syukur. Ada pula yang selalu diberikan kekurangan hingga mereka rindu dan bertanya apakah Tuhan adil kepadanya.

Ada yang senantiasa diberikan kesehatan namun ia lalai memanfaatkan waktu sehatnya bahkan mencela yang sedang terbaring lemah. Ada yang diuji dengan sakitnya hingga ia merindu untuk dapat berlari ke tengah lapang. Ada yang diberikan nikmat kekayaan, hingga akhirnya ia lalai menggunakan hartanya. Ada yang diberikan nikmat jabatan, hingga akhirnya ia angkuh dan tak menghargai anak buahnya.

Ada yang bukan siapa siapa namun senantiasa ikhlas mengulurkan tangannya untuk orang lain. Ada yang begitu bersemangat mengumpulkan pundi pundi amal hingga kadang lupa untuk beristirahat. Ada pula yang diam diam beramal namun dianggap tak melakukan apa pun. Ada yang setiap hari memikirkan nasib masyarakat, hingga beragam bisnis pun ia jalani. Dan terakhir ada pula yang setiap hari mengharap belas kasih orang lain untuk dapat menikmati sesuap nasi.

Beragam orang, beragam karakter tergantung kita dapat mengambil pelajaran dari masing-masingnya. Kalau kamu ada dikarakter yang mana?

Retno Puspitasary

Minggu, 25 Februari 2018

Uji Adrenalin di HPSN 2018



Matahari baru saja naik sepenggalan ketika para pegiat lingkungan berkumpul di kolong jembatan Grand Depok City. Sebut saja sapaan akrab tempat ini “ Basecamp Komunitas Ciliwung Depok”. Hari ini, tempat tersebut memang tidak seperti biasanya yang hanya diwarnai gemericik air Sungai Ciliwung, keindahan mural dari anak-anak kreatif dan musholla yang dibuat dari saung bambu. Wajar saja, karena hari ini beragam komunitas di kota Depok bersinergi dalam kegiatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) di sini.



“Wow, ko bisa sampah ini sampai ke atas pohon?” ungkap salah seorang relawan HPSN di sela - sela aksinya memungut sampah di daerah sayap kanan dari titik kumpul upacara.
“Itu, karena banjir kemarin pak, makanya bisa sampai ke atas sana,” sambut relawan wanita HPSN dari Komunitas Pendaki Gunung. 

Penuh dan sesak oleh sampah, seperti itu lah salah satu potret pohon loa yang kami temui saat HPSN 2018. Jika saja ia dapat berbicara, mungkin ia telah berteriak atau meminta tolong kepada setiap manusia untuk memudahkannya bernafas dan membebaskannya dari beragam sampah yang menggelantung. Beruntung pohon ini dapat bertahan dan tidak tumbang karena banyaknya sampah yang bertengger.



Setelah sedikit demi sedikit kelompok kami membersihkan wilayah di bawah pohon bambu yang tak jauh dari pohon loa dari beragam sampah yang sudah bertahun-tahun . Seorang pria nekad memanjat pohon loa yang letaknya tepat di atas Sungai Ciliwung dan membersihkan sampah-sampah di atasnya, tanpa menggunakan pelampung. Belakangan, saya baru tahu ternyata ia tidak bisa berenang.
Melihat aksi heroik tersebut, tentu saja mengundang perhatian puluhan pasang mata relawan yang melewati wilayah kelompok kami dan masyarakat yang melihat dari atas jembatan. “Yah, elah dia berulah lagi. Ati ati bang elu kan gak bisa renang,” imbuh karibnya di tengah-tengah aksi.  Tentunya aksi tersebut  bukanlah sebuah pencitraan beliau. Karena kami  yang berada di sini, datang dengan hati. Bayaran mereka adalah sebuah kepuasan ketika melihat lingkungan sekitar menjadi bersih dan semakin banyak masyarakat yang teredukasi.

Kepedulian memang terkadang dapat memunculkan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin salah satunya keberanian beliau.  Aktifnya hormon adrenalin dalam tubuh merupakan salah satu bentuk kekuasaan  Allah SWT yang mendorong ia dapat melakukan uji adrenalin tersebut dan mengetuk pintu hati relawan rescue dan PMI untuk memberikannya pelampung demi keselamatan beliau.

Beberapa jam setelah mereka membersihkan sampah di sekitar pohon loa, rupanya pohon tersebut memberikan mereka hadiah. Tentu saja, pohon loa  tidak berbicara langsung kepada mereka. Tetapi, dia menyampaikannya kepada Allah lewat Ibu Islamaladewi untuk memetik buah di pohon tersebut.  


“Sudah pernah makan buah ini?” tanya seorang relawan yang usainya sudah sekitar 40 tahun kepada Puspa dan Betty selaku Relawan Depok Clean Action. Sementara yang ditanya hanya menggeleng.
“Sini-sini coba buah ini. Ini bisa dimakan,” ajaknya.
“Kalau kamu sedang berada di hutan dan tidak ada makanan, kamu harus tahu makanan yang bisa di makan. Salah satunya buah ini,” jelas Ibu Islamadewi selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
“Buah ini bagus juga untuk kesehatan. Buahnya bisa dijadikan obat paru-paru. Getahnya pun bisa dijadikan obat. Sayangnya, masyarakat sekarang jarang ada yang tahu. Kalaupun bilang ke dokter, mereka bilang harus uji klinis dulu. Padahal, nenek moyang kita dulu sudah mengujinya terlebih dahulu,” jelas relawan pria lainnya.

Sementara itu, setelah pengarah tersebut Ibu Islamadewi dan beberapa relawan pun menikmati buah loa. Menurut Betty yang baru pertama kali memakannya memang terasa aneh. Rasa buahnya yang memang masih muda itu agak sepat dan hambar. Tetapi, sebenarnya kalau sudah berwarna merah rasanya akan manis.   

Kegiatan HPSN hari ini, seolah mengajarkan kita. Bahwa, terkadang manusia itu lupa untuk menjaga alam. Padahal alam telah memberikan kita beragam kenikmatan dan kesembuhan darinya. Tetapi, semua kembali lagi kepada kita mau menjaganya atau merusak dan menjadi salah satu penyebab bencana didalamnya. Mari terus menjaga dan lestarikan alam, karena mereka adalah sumber kehidupan.

Retno Puspitasary

  




Strategi Pendidikan Islam di Era Globalisasi



Strategi Pendidikan di Era Globalisasi
Oleh : Retno Puspitasary

Mengenal Era Globalisasi

Hubungan sosial merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi perkembangan motorik dan sensorik otak untuk merespon beragam impuls informasi, perintah dan timbal balik setiap individu. Tanpa adanya hubungan sosial antar sesama, mustahil kita dapat bertukar informasi antar sesama insan. Pengaruh hubungan sosial ini lah yang memberikan peranan besar di Era Globalisasi dan mengantarkan kita mengenali beragam budaya, bahasa, sains, teknologi, ilmu pengetahuan dan pendidikan. 

Seiring berjalannya waktu, tanpa kita sadari hubungan sosial menyebabkan efek domino atas setiap informasi yang dilontarkan antara satu insan kepada insan lainnya dengan cepat. Terlebih dengan kecanggihan teknologi yang dilengkapi beragam fitur dan aplikasi yang menggaduhkan generasi milenial saat ini. Kemudahan – kemudahan ini juga yang menjadi salah satu dampak dari Era Globalisasi. 

Era Globalisasi, meskipun tidak ada pengertian tunggal dalam menjelaskan apa itu globalisasi, tetapi paling tidak secara terminogi kata globalisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses yang mendunia. Kata globalisasi berawal dari kata globe yang artinya dunia dan global berati sedunia(1).
Era Globalisasi pun memiliki dampak positif dan negatif bagi setiap individu. Tak dapat dipungkiri bahwa dampak positif dari era ini memberikan hidup mudah, nyaman, murah, indah dan maju. Sementara dampak negatifnya yaitu menimbulkan keresahan, penderitaan dan penyesatan(2)

Pendidikan di Era Globalisasi

Kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penentu paling penting untuk menilai kualitas sebuah bangsa. Oleh karena itu, setiap insan negeri harus memiliki pendidikan yang memadai untuk memajukan Indonesia. Sayangnya ikhtiar untuk memberikan kualitas pendidikan yang berkualitas bagi setiap insan negeri pada era globalisasi ditandai oleh ambivalensi atau kebingungan. Karena ingin mengejar ketertinggalan untuk menyamai kualitas pendidikan Internasional, kenyataannya Indonesia belum siap untuk mencapai kualitas tersebut. Padahal kalau tidak ikut arus globalisasi ini Indonesia akan semakin tertinggal(3).

Salah satu imbas dari ambivalensi dalam bidang pendidikan meliputi isi pendidikan, metode pendidikan, media pendidikan dan sebagainya yang berpengaruh besar terhadap kurikulum yang disampaikan para guru. Hal ini lah yang membuat para tenaga pengajar kebingungan(4)

Kehadiran globalisasi merupakan tantangan besar bagi dunia pendidikan. Beberapa tantangan tersebut menurut Khaerudin Kurniawan (1999) diantaranya:
1.  
     Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing development).

2. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.
3. 
          Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

4     Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi (5).

Islam di Era Globalisasi
Kemudahan penyebaan informasi di era globalisasi merupakan salah satu keuntungan agama islam dalam menyebarkan ajaran-ajaran Rasulullah Shollahua’laihi wa sallam yang berpedoman kepada Al-quran dan hadis.

Penyebaran berbagai ensiklopedia islam berupa tampilan audio visual, visual dan tulisan tentunya semakin mempermudah berbagai kalangan untuk lebih mengenal islam. Namun, berbagai kemudahan di era tersebut pun memiliki kerentanan akan tersebarnya ilmu-ilmu yang tidak sesuai dengan aturan norma dan moral islam yang justru belakangan ini membiaskan ilmu-ilmu islam yang tidak sesuai dengan al-quran dan hadis kepada masyarakat awam yang belum mengenal islam melalui media digital. 

Lebih parahnya, karena kemudahan teknologi tersebut sebagian kalangan enggan untuk hadir secara fisik di berbagai kajian islam. Memang, media digital telah mampu memberikan ilmu pengetahuan kepada mereka. Namun, akan jauh lebih baik jika diimbangi dengan kehadiran secara fisik di kajian dan berdiskusi dengan para ulama. 

Fenomena pembiasan ini lah yang menyebabkan timbulnya islamphobia di tengah – tengah masyarakat non muslim, baik di dalam maupun di luar negeri. Era ini juga yang menantang para generasi islam milenial, klasik dan pertengahan untuk bahu membahu beradaptasi membuat inovasi-inovasi baru dalam penyebaran serta pendidikan islam yang digandrungi anak anak sejak dini dan masyarakat luas. 

Strategi Pendidikan Islam di Era Globalisasi

Sebagai salah satu upaya memberikan pendidikan islam kepada generasi muda, tentunya dibutuhkan inovasi dan strategi-strategi untuk meminimalisir pengaruh negatif di tengah tantangan era globalisasi. Beberapa strategi tersebut diantaranya:

1.    Mengusahakan nilai – nilai islam dalam pendidikan islam menjadi ketentuan standar atau baku bagi pengembangan moral atau akhlak masyarakat(6). Namun, sebagai bentuk inovasi cara penyampaian di era globalisasi , diwajibkan kepada setiap siswa untuk mengikuti kegiatan rohani islam dan sosial kemasyarakatan dengan sinergi bersama lembaga sosial kemanusiaan untuk pembentukan karakter siswa dan menanamkan nilai-nilai sosial kepada mereka.

2.   Mengusahakan peran pendidikan islam mengembangkan moral atau akhlak peserta didik sebagai dasar pertimbangan dan pengendalian tingkah lakunya dalam menghadapi norma sekuler(7).  Setiap peserta didik tentunya memiliki kecerdasan emosional dan spiritual masing-masing. Oleh karena itu, sebagai salah satu wujud mengasah kecerdasan tersebut, sebaiknya para peserta didik dipandu untuk mengembangkan potensi dan mengaplikasikannya ke masyarakat agar mereka tak salah tempat dalam meluapkan potensinya. 

3.   Mengusahakan norma Islam mampu menjadi pengendali kehidupan pribadi dalam menghadapi goncangan hidup dalam era globalisasi ini sehingga para peserta didik mampu menjadi sumber daya insani yang berkualitas atau bermutu (8).

4.    Mengusahakan nilai-nilai Islami dapat menjadi pengikat hidup bersama dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam yang kokoh dengan tetap memperhatikan lingkup kepentingan bangsa(9). Salah satu upaya untuk mewujudkan generasi pemersatu bangsa yaitu dengan memberikan edukasi kepada peserta didik mendakwahkan ajaran islam dengan bahasa yang lebih ringan. Sementara bentuk edukasi kepada masyarakat awam yang belum mengenal islam yaitu dengan memberikan edukasi kepada mereka secara langsung melalui perbuatan perbuatan kita, bukan dengan menceramahinya.


5.  Mengusahakan hilangnya sifat ambivalensi pendidikan Islam agar tidak timbul pandangan yang dikotomis, yakni pandangan yang memisahkan secara tajam antara tujuan ilmu dan agama, sementara ilmu merupakan alat yang utama dalam menjangkau kebenaran yang menjadi tujuan agama(10). Berbagai ilmu di seluruh alam sejatinya telah tertulisa dalam al-quran dan hadits. Oleh karena itu, dalam penyampaian materi ilmu pengetahuan akan jauh lebih baik jika menyisipkan penggalan penggalan kalam Allah dalam penyampaiannya. Tujuannya, agar peserta didik dapat lebih mencintai alam semesta, al-quran dan hadis.

Kesimpulan

Era Globalisasi pun memiliki dampak positif dan negatif bagi setiap individu. Tak dapat dipungkiri bahwa dampak positif dari era ini memberikan hidup mudah, nyaman, murah, indah dan maju. Sementara dampak negatifnya yaitu menimbulkan keresahan, penderitaan dan penyesatan. 

Salah satu imbas dari era globalisasi yaitu terjadinya ambivalensi seperti isi pendidikan, metode pendidikan, media pendidikan dan sebagainya. Salah satu aspek yang amat besar pengaruhnya adalah kurikulum yang fleksibel. 

Tentunya tantangan tersebut membutuhkan inovasi dan strategi untuk meminimalisir pengaruh negatif di tengah era globalisasi, karena tanpa adanya inovasi dapat dipastikan pendidikan islam di Indonesia akan mengalami perlambatan dan ketertinggalan yang semakin jauh. 


Daftar Pustaka

IAIN Sunan Ampel, Tim Dosen. “Strategi Pendidikan Islam”. http://tulisanterkini.com/artikel/artikel-ilmiah/8720-strategi-pendidikan-islam.html.  (diakses tanggal 26 Januari 2018). (6)(7)(8)(9)(10)
Azan, Khairul. “Tantangan Pendidikan di Era Globalisasai”. https://www.kompasiana.com/khairulazan130320/59dc880e3f8bf43be42512e2/tantangan-pendidikan-di-era-globalisasi. (diakses tanggal 26 Januari 2018).(5)
Andriani, Rini. “Pengaruh dan Dampak Globalisasi”. https://www.membumikanpendidikan.com/2015/01/pengaruh-dan-dampak-globalisasi.html?m=1. (diakses tanggal 26 Januari 2018). (4)(3)
(Internet).  www.google.com. (1) (2)













Rabu, 14 Februari 2018

Meriam Ini Bisa Mengeluarkan Beragam Suara



Dokumentasi pribadi 04 Februari 2018

Berkunjung ke Sumatera Utara menjadi lebih bermakna ketika kita mengetahui saksi bisu kota tersebut. Apalagi jika berkunjung bersama orang-orang yang dicinta. Setiap lekuk kisahnya tentu saja akan membekas dibenak kita dan menjadi sebuah keharusan untuk menceritakannya kepada kerabat dan anak cucu kelak. Salah satu destinasi wisata budaya yang akan saya ceritakan pada kesempaan ini adalah Istana Maimone. 

Istana Maimone merupakan salah satu destinasi wisata budaya di kota Medan yang dibangun untuk mengenang  peperangan antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Putri Hijau atau Kerajaan Haru  pada tahun 1612. Konon di Kesultanan Deli terdapat dua orang putri yang bernama Putri Siti Hanifah dan Putri Hijau yang cantik jelita. Karena parasnya yang cantik, Sultan  Aceh mengajukan niatnya untuk meminang Putri Hijau Tetapi, Putri Hijau menolak pinangan Sultan Aceh.
Mendapat penolakan tersebut,Sultan Aceh mengirimkan pasukan untuk menyerang Kerajaan Haru. Dalam peperangan tersebut, Kerajaan Putri Hijau mengalami kekalahan karena musuh berhasil mengelabui para pasukan Kerajaan Haru dengan memakai siasat menyebarkan uang emas ke arah benteng pertahanan dibalik pintu gerbang Kerajaan Haru. Akibatnya, pasukan lengah dan berebut uang emas tersebut (dilansir: SindoNews.com). 

Menyikapi hal tersebut, adik Putri Hijau yang bernama Mamang Khayalik berjanji kepada sang kakak untuk mengalahkan Kerajaan Aceh dengan menyatukan kekuatannya ke meriam dan menembakkan meriamnya ke pasukan Aceh, karena ia adalah satu-satunya pertahanan terakhir yang dimiliki orang dalam istana. 

Benar saja, meriam tersebut  terus menerus didentumkan ke Pasukan Aceh. Namun, karena dentuman yang tak henti hentinya, meriam tersebut memerah dan menjadi panas. Hingga akhirnya pecah, puntung dan terlontar ke tempat yang berbeda. Salah satu ujungnya terpental ke Kabupaten Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Tanah Karo. Sementara ujung lainnya  berada  di halaman Istana Maimone.  

Alhasil, Kerajaan Putri Hijau harus menerima kekalahan. Setelah peristiwa tersebut, Raja Aceh membawa Putri Hijau bersamanya menuju Aceh. Namun, sebelum memenuhi keinginan sang raja, Putri Hijau memberikan tiga syarat kepadanya yaitu harus membawa berti, telur dan peti kaca. 

Karena Raja Aceh mampu memenuhi permintaannya, ia pun behasil membawa Putri Hijau ke Aceh melalui Sungai Deli. Tetapi, sebelum berangkat Putri Hijau meminta kepada Sultan Aceh untuk memasukkanya ke dalam peti kaca. Tujuannya, agar sultan tidak dapat menyentuh tubuh Putri Hijau hingga tiba di Aceh. Setibanya di Laut Jambo Aye, Putri Hijau membuat permohonan agar diadakan satu upacara untuknya sambil menurunkan berkarung-karung berti (beras) dan telur ayam sebelum peti kaca diturunkan dari kapal. Permintaan itu pun, dikabulkan kembali oleh Raja Aceh.

Tetapi, tanpa di sangka dari laut Jambo Aye datang angin ribut dan gelombang besar yang di dalamnya muncul sang kakak yang menjelma menjadi Naga. Lalu,Putri Hijau pun dibawa bersamanya melewati Laut Jambo Aye . Akhirnya mereka tak jadi menikah karena Putri Hijau berhasil melarikan diri bersama kakaknya. Hingga kini, tak ada yang mengetahui keberadaan Putri Hijau dan kakaknya. Apakah masih hidup atau sudah tiada.      

Sementara adiknya, Mamang Khayalik yang menjelma menjadi meriam, kini berada di halaman Istana Maimone. Tepatnya di dalam bangunan sayap kiri depan Istana dan sering dikunjungi oleh masyarakat atau peziarah dengan membawa beraneka macam bunga, kain berwarna putih, hijau dan kuning.   

Menurut pemandu wisata  di sana, biasanya setiap orang yang datang akan mendengar suara meriam puntung dengan suara yang beragam. Ada yang mendengar suara meriam seperti gaung, air mengalir, gemuruh, perang genderang, napak kuda, pedang beradu dan lainnya. Saya sendiri mendengarnya seperti bunyi gemuruh. 

Tertarik ingin menikmati salah satu destinasi wisata budaya Meriam Puntung? Hanya dengan mengeluarkan kocek sebesar Rp 3000,- Anda yang berada di sekitar kota Medan dapat menikmati suara meriam puntung dan merasakan suasana mistis di sekitar Meriam Puntung. Selamat berlibur dan menikmati destinasi wisata budaya di Kota Medan.  

Retno Puspitasary

Selasa, 30 Januari 2018

Aku


Embun di dedaunan rupanya menggodaku
Uraian bulir sisa hujan masih berdiam di sana
Cantik kataku
Sayapku mengepak indah
Hingga hinggap di kelopaknya.
Lama

Lambat laun, rupanya mereka hidup
Dan memakanku
Siapa mereka?
Teriakku

Minggu, 28 Januari 2018

Imajinasi

Sudah berapa malam yang ku lewatkan
Bisu, tak bersuara
Hanya aliran darah dan denyutan nadi yang senantiasa bersenandung
Panggilan simponi yang bersenandung
Hanya sebuah penghias pemecah kesunyian
Imajinasiku melayang
Semua isi kepala pun benyanyi tak dapat berhenti
Ku diamkan dia untuk bercerita
Nyatanya ia berteriak, memberontak bahkan menjerit menunggu antian.
Tak bisa ditahan
Satu per satu dari mereka menghambur
Lalu tercecer
Dan terseok seok berjalan sekuat tenaga
Lalu siapa yang peduli
Hanya angin yang kemudian menyapa
Sedang apa kau di sana?